Everybody Loves Irene Profile

 

Dulunya bernama Gotoon dan beberapa kali turut meramaikan gigs-gigs brit pop di beberapa tempat di Jakarta. Tapi masa-masa itu seperti era kegelapan bagi band ini karena posisi vokalis selalu gonta-ganti karena tidak adanya kecocokan.

Sampai akhirnya sekitar tahun 2001 mereka seperti menemukan durian runtuh saat seorang cewek bernama Irene bergabung menjadi vokalis.

Yeah… sejak itu pula nama Gotoon berganti menjadi Everybody Loves Irene. Irene memang menjadi ikon utama dan seolah memiliki daya sihir untuk memaksa orang menyukai mereka. dan untuk yang terakhir ini jangan terlalu percaya karena saya sendiri juga belum pernah melihatnya, walau sekedar lewat foto!

ELI pun mulai beraksi: menciptakan dan membawakan lagu-lagu buatan sendiri yang bertipe skandinavian indie-pop a la Cardigan pada album-album pertamanya. Ada satu lagu yang kata mereka bernuansa gelap berjudul “Deepdied” yang akhirnya menginspirasikan mereka untuk berubah! Ya, karakter musik ELI secara general berada di ambang batas paling netral antara trip-hop dengan shoegaze pop dan membuat mereka sering kali dikonotasikan dengan band-band dengan ciri musik serupa seperti Portishead, Loveage, dll.

Untuk mendukung totalitas perubahan ini ELI merekrut seorang musisi serba-bisa bernama Windi untuk mengisi posisi keyboard dan beberapa instrumen musik tambahan lain.


Kualitas musik pun mengalami perbaikan dan terciptalah beberapa lagu baru seperti: “Hate Sunday”, “Try Try Try”, “Uncertainty & Anxiety”, dan “Gravity Always Win”. Tahun 2004 ELI merekamkan masa-masa awal perjalanan musiknya dalam sebuah mini Ep bertitel Uncertainty, Anxiety, and All the Sorrow In This World dalam bentuk CD yang diproduksi secara independen.

Line-up: Yohanna Erine Putri [ vocal ], Yudhi Arfani [ guitar ], Dimas Andinityo [ bass ], Mulyadi T. Imam [ drum ], Windi Jatmiko [ add. keyboard & harmonica ]

Source : www.mteensmagazine.com

Related Posts :